[curhat] Sebuah keputusan besar –part 4: from Taiwan, with love.

Banyak sekali jalan yang bisa ditempuh untuk mendapatkan kesempatan study abroad. Kali ini saya akan menceritakan kisah untuk bisa mendapatkan scholarsip lewat jalur yang bisa dibilang ‘semi formal’. Sedikit berbeda dengan beasiswa MEXT yang saya ceritakan sebelumnya, beasiswa ini saya dapatkan karena memang sang professor yang mencarikan dan memberikannya.

 6. Bertemu dengan professor dari Taiwan

Sedikit kembali ke masalalu, setelah saya merasakan kegagalan saat apply beasiswa INPEX 2010 saya pun mulai lebih jeli melihat peluang study abroad yang lainnya. Saat itu saya belum melamar beasiswa MEXT ke Jepang dikarenakan pendaftarannya yang memang belum di buka. Kali ini saya melihat peluang untuk studi di Taiwan. Awalnya saya melihat sebuah pengumuman seminar internasional yang diselenggarakan oleh salah satu universitas di Taiwan, NTUST (National Taiwan University Science and Technology) . Mereka juga akan melakukan seleksi dan wawancara di departemen mesin, fakultas FTMD. Semua jurusan yang saat itu diundang untuk mengikuti seleksi ini adalah jurusan teknik di ITB. Salah satunya teknik material, teknik mesin, dan teknik kimia. ITB.

NTUST front gate

Meskipun jurusan saya tidak masuk dalam ‘undangan’, jurusan kimia, saya memeberanikan diri untuk datang ke acara tersebut dan mengikuti seleksi. Undangan yang saya maksud adalah panggilan wawancara dari jurusan-jurusan yang memang dicari oleh NTUST. Hal yang saya yakini dan juga menjadi dasar keberanian saya untuk mengikuti proses seleksi yang ada adalah sebuah pemikiran bahwa pihak NTUST pasti akan mencari orang-orang berkopeten untuk melanjutkan studi. Makin banyak peserta yang bisa di saring, maka kemungkinan mendapatkan mahasiswa yang bekualitaspun semakin besar.

Bisa dibilang hal ini juga merupakan sebuah pertaruhan, jika memang ujian ini hanya diperkenankan bagi mereka yang mendapatkan undangan, maka bukanlah hak saya untuk mengikuti seleksi yang diberikan dan sayapun tidak akan berani mengambil resiko tersebut. Maka dari itu, sebelum saya memutuskan untuk mengikuti proses ini, saya mengatakan bahwa saya berasal dari kimia murni, bukan teknik kimia. Jika mereka mempermasalahkan hal tersebut (memang bukan hak dan peluang saya) maka sayapun tidak akan berani melanjutkannya. Saya yakin, sesuatu yang tidak dimulai dengan baik, maka tidak akan baik pula pada akhirnya. In my opinion, accustomed to be honest and professional are really important as a person.

me and Prof. Djulia Ongo, Chem Dept, ITB

Saya selalu ingat pelajaran yang diberikan oleh salah satu dosen favorit saya, Prof. Djulia Ongo. Beliau mengajarkan untuk menjadi seseorang yang berpendirian dan bertanggungjawab. Beliau berkata “ saya selalu memegang perinsip. Saya hidup hanya sekali, dan saya tidak ingin ada kata ‘ilegal’ dalam kehidupan saya”.  Jika memang bukan hak, maka jangan diambil.

Hal lain yang memotivasi saya saat itu adalah sebuah keinginan untuk memfamiliarkan diri dengan kompetisi kompetisi yang berkaitan dengan study abroad. Kalaupun saya tidak lulus seleksi yang dilaksanakan, satu hal yang selalu saya tanamkan dalam diri saya adalah belajar. Setidaknya saya mendapatkan kesempatan belajar untuk melatih conversation saya dan membuka cara berfikir saya untuk lebih open minded. Saat itu, saya juga menggunakan kesempatan ini untuk mengenal professor-profesor yang mengadakan seminar internasional dan menambah koneksi yang ada. Makin mengenal banyak orang secara internasional, rasanya sangat menyenangkan.

Meskipun saya berniat untuk meningkatkan kemampuan berbahasa inggris saya yang masih pas pasan lewat seminar seminar Internasional, namun hal tersebut tidak berarti bahwa saya hanya asal mengikuti seminar dan iseng iseng berhadiah mengikuti proses wawancara yang dibuka oleh NTUST.

Sebelum maju mengikuti wawancara, saya menyiapkan dokumen standar yang sekiranya biasa disyaratkan untuk beasiswa. Termasuk nilai TOEFL, CV, Transkrip, dll. Inilah pertama kalinya saya bertemu dengan dekan fakultas materials science and engineering, NTUST, Prof. Chiu dan salah satu rekan beliau Prof.  Yu. Mereka berdualah yang menjadi penguji saya setelah seminar internasional yang mereka lakukan. Saya masih ingat, seminar itu dipandu langsung oleh kepala prodi jurusan teknik material ITB, Bapak Dr. Husaini.

Jika umumnya kesan yang ditimbulkan oleh para professor adalah professional dan sedikit tertutup, seperti yang sebelumnya saya alami ketika menjalin komunikasi dengan professor di Jepang, lain halnya dengan kedua professor yang saya temui dari NTUST ini. Mereka memperkenalkan diri dengan sangat ramah dan menyenangkan untuk diajak berdiskusi. Saya masih ingat, prof.  Yu sangat bersemangat dalam menjelaskan research yang beliau lakukan. Karena beliau lama tinggal di Inggris, kemampuan bahasa inggris beliau sangatlah bagus dengan pronunciation yang clear. Tidak hanya itu, kamipun sempat berbincang dengan bahasa Jepang meski hanya untuk sekedar memperkenalkan diri dengan percakapan yang standar. Namun hal itu cukup memberikan kesan pertama yang baik diantara kami berdua. Lagi, bahasa menjadi nilai tambah yang potensial.

Bisa dibilang beasiswa yang saya dipatkan untuk Taiwan didapat dengan jalur yang tidak terduga. Kesempatan ini saya dapatkan dikarenakan departemen materials science and engineering NTUST memang sedang mencari langsung mahasiswa-mahasiswa untuk melakukan riset di Taiwan. Berbeda dengan jalur beasiswa pada umumnya, untuk jalur ini, jika kita telah terpilih oleh salah seorang professor maka beasiswapun akan di jamin oleh professor tersebut. Proses seleksinya cukup unik, seusai seminar yang diberikan, setiap peserta diperkenankan untuk memilih 2 penguji sebagai pewawancara. Saat itu,langsung saja saya memilih Prof.  Chiu dan rekannya Prof. Yu yang memang menarik perhatian saya.

foto ini saya dapatkan dari website ITB. sebelah ujung kanan adalah Bpk. Husaini, sebelah kiri beliau, Prof. Chiu . Tepat dibelakang prof. Chiu adalah supervisor saya, Prof. Yu

Saya pun tidak menyianyiakan waktu dan langsung mengajukan untuk diwawancarai dengan urutan pertama. Selain itu, saya menunjukan sikap antusias selama mereka mempresentasikan atau menjelaskan sesuatu. Lagi lagi faktor bahasa dan attitude menjadi hal yang sangat penting untuk membuat kesan yang baik pada lawan bicara kita. Seluas apapun pengetahuan yang kita miliki, haruslah dibarengi dengan kemampuan untuk mengkomuniksikannya dengan baik dan menarik pula. Hal inilah yang membuat “nilai jual” yang kita miliki saat menjalani tes wawancara kian meningkat.

 7. Sebuah rasa diinginkan

Penguji pertama saya adalah Prof. Chiu. Pertanyaan-pertanyaan yang dijukan pun tidak jauh berbeda dengan pertanyaan umum yang diajukan saat mencari beasiswa, yaitu seputar riset dan motivasi. Sebelum wawancara dimulai, saya segera menunjukan dan memberikan penjelasan singkat dari dokumen yang saya bawa. Saya mendapatkan nilai lebih dari dokumen yang saya persiapkan, terutama dari studi plan yang saya miliki. Disana saya tuliskan target dan impian saya selama menjalani S2 dan S3, that’s all.  Saat itu beliau berkata “I have never seen student prepared this well. You are gonna be a professor someday. I’m sure you will “. Ini adalah satu signal bahwa saya mendapatkan kesan pertama yang baik di mata beliau. Ucapan beliau benar benar memotivasi saya untuk bisa mewujudkan impian saya menjadi seorang lecturer. Not just a lecturer but an extraordinary one.

Dalam semua dokumen yang saya serahkan, hal yang saya lakukan adalah tetap berusaha untuk menjadi diri saya sendiri. Tidak mudah untuk membiarkan seseorang menilai diri kita apa adanya dalam kondisi kompetisi seperti itu, membuktikan bahwa kita memang benar benar orang yang dicari dan layak untuk mendapatkan kesempatan yang diperjuangkan. Namun jika kita berhasil meyakinkan bahwa kita memang benar-benar layak karena kemampuan dan kepribadian yang kita miliki, maka jalanpun akan terbuka dengan lebih mudah. Karena sikap yang dibuat buat hanya akan memicu kerancuan yang akhirnya membuat kesan yang kurang menyenangkan. Setidaknya hal itulah yang saya rasakan.

Temukanlah cita cita yang ingin kita capai dengan target target yang realistis. Target ini akan berubah menjadi sebuah motivasi. Motivasi yang sesuai inilah yang akan membantu kita memperlihatkan diri kita yang sebenarnya saat melewati ujian ujian yang diberikan, terutama saat wawancara. Karena passion saya memang ditujukan untuk menjadi seorang lecturer, seperti yang sebelumnya telah saya sebutkan, hal ini sangat membantu sy untuk menjawab semua pertanyaan dengan lebih natural dan tidak dibuat buat.

Kembali ke proses wawancara, setelah menjawab beberapa pertanyaan dari beliau seputar pengalaman dan juga study plan yang saya ajukan. Saya mengatakan pada Prof. Chiu. “ I am sorry prof. I don’t mean to be disrespectful, but I have contacted several universities in Australia and I have been accepted in Japan as well. Though none of them give me the Scholarship so far, so I couldn’t go abroad until I get the Scholarship. If….your university can provide me the scholarship, I can consider to enroll to your University. “. Saat itu yang saya pikirkan adalah saya ingin menjalani seleksi NTUST ini dengan lebih jujur karena memang saya telah memiliki supervisor di Jepang dan saya juga memiliki ketertarikan untuk studi di Australia. Namun agaknya, hal ini terdengar seperti sebuah tantanngan di mata beliau, saat itu juga beliau menutup dokumen saya yang sedang beliau baca. Beliau menatap saya lekat lekat dan mendekatkan badannya seraya berbisik. “ look. I can give you the scholarship. Just enroll to our online application and I’ll give you the full one, even for your doctor if you want“.

Pernyataan beliau tersebut sedikit membuat saya terkejut sekaligus senang. Meski saya mendapatkan tawaran tersebut, namun saya tetap memiliki plan sendiri untuk studi saya. Pada akhirnya, sayalah yang tetap harus memutuskan jalan mana yang akan saya pilih. Hal yang saya sadari adalah, selama masih belum ada hitam diatas putih bahwa kita akan mendapatkan scholarship maka semua hal masih bisa terjadi. Saat itu saya belum juga mendapatkan scholarship dari pihak Jepang atupun Australia. Saya pun masih harus bertaruh untuk bisa mendapatkan beasiswa MEXT, Jepang, tahun 2011. Jika saya gagal, rencana studi saya pun akan terus tertunda sampai saya mendapatkan scholarship. Kemungkinan terburuk yang saya hadapi dari hal tersebut adalah “penerimaan saya” di Jepang mungkin saja akan ‘expired’. Dengan mempertimbangkan hal tersebut, maka saya melihat tawaran Taiwan ini sebagai sebuah peluang besar untuk segera melanjutkan studi saya di bidang yang memang saya minati, material.

Meski demikian, saya tidak buru membatalkan peluang studi saya di Jepang. Sayapun menjawab pernyataan Prof.Chiu dengan sebuah ‘peluang’. “let’s see which one gives me the scholarship first”. Lagi lagi beliau mendengar hal tersebut sebagai sebuah ‘tantangan’. Beruntung beliau menanggapinya sebagai sebuah tantangan yang positif. Beliau menyadari bahwa sebelum ada hitam diatas putih maka saya masih memiliki kemungkinan untuk memilih scholarship yang lainnya. Bahkan ketika mereka telah memberikan scholarship pun, seseorang masih bisa menolak kesempatan yang diberikan. Pada fase inilah attitude, professionalism dan manner yang kita miliki akan diuji.

Sebelum sesi kami berakhir, beliau berkata pada saya “ if you enroll to my departement then you will be the first ITB student in my department”.  Sejauh yang saya tau, NTUST memang memiliki program double degree dengan beberapa jurusan di ITB, salah satunya teknik industri dan teknik sipil. Sayangnya,  fakultas materials science dan engineering di NTUST belum memiliki program double degree tersebut dengan jurusan teknik material di ITB.  Mungkin itu adalah salah satu alasan mengapa belum ada mahasiswa ITB yang masuk di departemen tersebut. Kemungkinan lain adalah, seleksi ini adalah seleksi pertama yang departemen mereka lakukan secara langsung di ITB.

Saya tidak mengetahui dengan pasti alasan dan juga latar belakang mengapa hal ini terjadi, tidak menjadi masalah besar saya rasa. Namun jika program ini berhasil, maka tidak menutup kemungkinan bahwa mereka akan melakukan seleksi yang sama di lain kesempatan. Bahkan tidak hanya terbatas pada jurusan jurusan yang mendapatkan undangan, namun juga memberikan peluang bagi jurusan-jurusan yang lainnya, seperti jurusan jurusan science. Sungguh tanggung jawab yang besar bagi saya pribadi untuk bisa menunjukan prestasi atas semua kepercayaan yang diberikan. Semoga Allah berkenan memberikan jalan. Menyadari betapa besar tanggung jawab yang akan saya pegang, entah mengapa pernyataan beliau justru membuat saya kembali berfikir menerima tawaran tersebut.Jika berkuliah nanti, nama yang saya bawa pastinya bukan hanya nama saya pribadi, namun juga almamater dan sebutan ‘orang Indonesia’.  What a tough responsibility.

Lanjut ke penguji yang ke 2, yaitu prof.Yu. Saya langsung tertarik dengan beliau ketika melihat beliau begitu bersemangat menjelaskan riset yang beliau miliki. Beliau sangat ramah dan juga terbuka. Respon yang beliau berikanpun tidak jauh berbeda dengan Prof.  Chiu. Sayapun menceritakan kondisi saya saat itu, bahwa saya telah di terima di Jepang dan memiliki ketertarikan untuk studi di Australia namun belum juga mendapatkan scholarship untuk melanjutkan studi saya disana.  Hampir sama dengan prof. Chiu, ketika saya menjelaskan riset yang saya minati di bidang hybrid material, beliaupun segera melihat peluang yang ada. Beliau berbisik dan mendekat seraya berkata “ look. I can be your supervisor if you want. Though the field is little bit different with what you have planed. I can refer you to get the scholarship and even sometime the advisors can give you fee if your work can satisfy them. It’s really depended on your work”. God! Saya hampir tidak percaya apa yang saya lalui saat itu.

What a great I think. Di hari yang sama saya mendapatkan kesempatan untuk mendapatkan full scholarship dan seorang great advisor yang begitu ramah dan menyenangkan untuk diajak berdiskusi. Lagi, saya menjawab pernyataan beliau dengan ‘peluang’ yang sama.“Let’s see which one gives me the scholarship first”. Sama seperti Prof.Chiu, beliaupun menyadari bahwa tawaran yang di berikan belum memiliki kekuatan penuh jika belum ada bukti hitam diatas putih. Terlebih beliaupun mengetahui bahwa saya memiliki ketertarikan ke negara lain dengan kendala utama yaitu scholarship.

Taipei, Taiwan. Near NTUST campus

Hal ini tidak membuat kedua professor tersebut ‘membuang waktu’. Keduanya segera menjalin komunikasi yang baik dengan saya seusai pertemuan kami. Saya masih ingat kata kata yang Prof. Prof.  Chiu dan Prof. Yu sebelum kami berpamitan. “ See you next time. Next time would be in Taiwan”. Hal yang saya rasakan saat itu adalah sebuah perasaan ‘diinginkan’, bahwa kehadiran saya dan bergabungnya saya diuniversitas tersebut memang diharapkan. Saya merasa bahwa NTUST membalas keantusiasan saya untuk melanjutkan studi dengan dengan respon yang sangat positif dan juga antusiasme yang besar. From Taiwan, with love

Karena test tersebut diadakan di jurusan teknik mesin, kehadiran saya pun cukup mengundang perhatian. Selain karena saya perempuan yang memang sedikit jarang untuk ditemui di jurusan mesin, hal ini juga dikarenakan saya ‘memberanikan’ diri untuk datang meskipun tidak termasuk dalam jurusan yang mendapatkan ‘undangan’ sebelumnya. Sungguh kekuasaan Allah memang sangat besar.  Bermodal keberanian, ikhtiar, dan tawakal. Allahpun akan berkenan memberikan jalan.

Untuk mengetahui lebih jauh bagaimana proses pencarian beasiswa, komunikasi yang saya jalani dengan kedua professor dari NTUST, Taiwan dan Osaka University, Jepang, serta berbagai ujian yang saya hadapi setelahnya, akan saya ceritakan di postingan saya selanjutnya. Semoga Allah ridha memberikan manfaat dari tulisan tulisan ini. Amin

5 thoughts on “[curhat] Sebuah keputusan besar –part 4: from Taiwan, with love.

  1. Cerita menarik..

    Ana yg dulu “sempat” saya kenal kini telah jauh berubah dan makin “banyak jalan2”.. Keren euy..

    Sy punya teman di Taiwan, sepasang suami istri, lulusan Politeknik UI dan IPB, tapi keduanya di National Chiayi University.

    Aditya

  2. nice post … salam kenal,
    setelah kuliah disana (ntust) bagaimana perasaannya?

    *semoga lancar studinya di luar negeri

  3. hallo juga 🙂 salam kenal…
    allhamdulilah ada banyak hal dan hikmah yang bisa diambil disini 🙂 tergantung bagaimana kita bisa menyikapinya…
    mohon doanya juga..

  4. Assalamualaikum, SalAm kenaaal, boleh minta kontaknyaa? Kebetulan saya jg mhssw ITB sdg apply beasiswa ke NTUST ingin tau bagaimana cara pendekatan ke prof disana utk meminta tambahan beasiswa hehe. Terimakasih sebelumnya

Leave a comment